Selasa, 29 Desember 2009

Kisruh UN, Kilas Balik Seputar Pendidikan Nasional 2009

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama kurun waktu 2009, penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), persoalan sertifikasi guru, serta anggaran pendidikan nasional menjadi tiga persoalan penting di antara berbagai persoalan lain yang masih membutuhkan perhatian besar dari dunia pendidikan di Indonesia.

Sebagai persoalan yang di awal dan akhir tahun 2009 sempat menjadi kontroversi, kiranya UN sangat tepat dijadikan bahasan pertama sebagai kilas balik di tahun 2009 ini. Karena seberapapun ramainya polemik tentang UN di awal penyelenggaraannya saat itu, UN tetap dilaksanakan oleh pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada April 2009 lalu.

Secara umum, memang, pelaksanaan UN SMP dan SMA/Sederajat dapat berjalan lancar, kendati tidak selancar seperti yang diklaim oleh Depdiknas, bahwa pelaksanaan UN berjalan lancar dengan tingkat keberhasilan 85 persen. Hal tersebut dipaparkan oleh Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada evauasi sementara UN kepada wartawan di Depdiknas, Jakarta, Senin (4/5/2009) lalu.

"Tetapi secara khusus kami akui pula bahwa masih ada beberapa permasalahan yang perlu diperbaiki dan diantisipasi untuk pelaksanaan UN mendatang, terutama yang sudah dekat yaitu UASBN," ujar Mungin, saat itu.

Beberapa hasil evaluasi itu antara lain adalah kualitas penyetakan naskah UN yang ditetapkan oleh Panitia Penyelenggara Provinsi, yang dalam pengemasannya terjadi kekurangan halaman, tertukar soal yaitu soal untuk Paket B masuk ke Paket A dan sebaliknya, serta pengiriman naskah soal yang tidak disertai Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN). Kualitas LJUN yang kurang baik pun menjadi evaluasi BSNP.

Selain itu, ada juga laporan, bahwa kualitas kertas LJUN yang tidak baik. Banyak kertas LJUN sobek atau rusak, yang kemungkinan besar akibat dihapus terlalu keras oleh peserta UN.

Soal penyimpanan naskah soal UN menjelang UN dilaksanakan pun menjadi bahan evaluasi. Mungin menyayangkan, bahwa penyimpanan soal masih ada yang dilakukan di sekolah atau madrasah.

"Meskipun dijaga ketat oleh polisi hal itu tidak dibenarkan. Mestinya naskah soal tetap disimpan di Kabupaten atau Kota, Polres atau Polsek terdekat letaknya dengan Satuan Pendidikan sebagai penyelenggara UN, dan itu pun dikawal oleh pihak keamanan dan tim pemantau UN yang telah ditunjuk," tandas Mungin.

Mungin menambahkan, dalam pelaksanaan UN tahun 2009 ini BSNP masih menemui banyak "kerikil" yang perlu diantisipasi bagi pelaksanaan UN selanjutnya. Ihwal evaluasi terhadap kualitas hasil cetak soal UN pun, Mungin mengatakan, bahwa BSNP akan meninjau dan mengkaji ulang penetapan naskah ujian oleh percetakan yang sudah ditetapkan oleh Penyelenggara UN tingkat Provinsi.

"Apakah nanti akan dilakukan dengan tender terbuka atau tidak, itu sedang kami pelajari lagi," ujarnya.

Kecurangan

Hanya itukah persoalan yang perlu dievaluasi dari UN tahun 2009 lalu? Tentu saja, tidak. Pelaksanaan UN tahun ini ternyata masih meninggalkan banyak "pekerjaan rumah" (PR) yang betul-betul telah menjadikan UN cacat dalam pelaksanaannya, sehingga pada akhirnya kualitas hasil UN tetap dikatakan tidak jujur dan kredibel.

Faktor kecurangan dalam pelaksanaan UN, misalnya. Seperti UN tahun sebelumnya, kunci jawaban UN ternyata kembali beredar di tangan siswa. Pada UN 2009 ini, kunci jawaban itu beredar di Kabupaten Mandailing Natal dan Kota Medan. Muncul dugaan, bahwa peredaran soal terjadi sebelum UN berlangsung.

"Kami menduga peredaran kunci jawaban ini karena ada soal yang beredar. Kunci jawaban ini sebagian diketik dan digandakan melalui foto kopi. Semoga pengawas UN mengambil langkah tepat menangani persoalan ini," tutur Dewan Pembina Komunitas Air Mata Guru (KAMG) Deni Boy Saragih di Medan, Senin (20/4/2009) lalu.

Secara total, tim menemukan lima lembar kertas kecil dan empat pesan pendek dari telepon seluler. Temuan itu berasal dari SMA Budi Murni II Medan dan SMA Methodist. "Laporan detail akan kami sampikan di akhir ujian nanti. Kami menduga ada lembar soal yang sudah beredar terlebih dahulu," tambah Deni.

Lainnya, naskah soal UN SMA pun diduga bocor di sejumlah sekolah. Pada hari Senin (20/4/2009) lalu, sejumlah sekolah kedapatan mengumpulkan siswa pada pukul 05.00 pagi atau dua jam sebelum pelaksanaan UN. Tak lain, sejumlah sekolah itu diduga membagikan kunci jawaban.

Bahkan sebelumnya, pada Minggu (19/4/2009), Koordinator Pengawas UN dari Universitas Sriwijaya (Unsri) sempat bersitegang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Palembang karena koli berisi naskah soal UN sudah dibuka tanpa seizin mereka sebagai pengawas.

Informasi yang berhasil dihimpun saat itu, dua SMA di kawasan Lemabang meminta siswa kumpul di sekolah pukul 05.00. Ts, seorang pelajar, mengatakan, instruksi itu diberikan oleh wali kelas mereka masing-masing. Di sekolahnya terdapat empat kelas IPA dan tujuh kelas IPS.

Kasus terparah adalah dugaan kebocoran soal UN, yang terjadi sehari menjelang pelaksanaan UN di Bengkulu Selatan. Kasus pembocoran soal ini melibatkan 16 orang, yakni 10 kepala sekolah SMA Negeri, empat kepala sekolah swasta, satu kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri, serta seorang kabid Dikmenum Diknas setempat. Kecurangan tersebut segera diketahui polisi yang langsung menangkap basah saat terjadi pembagian berkas di antara ke-16 orang tersebut.

Kekurangan

Selain tindak kecurangan, persoalan kekurangan atau kurang maksimalnya kualitas penyelenggaraan UN tahun 2009 ini perlu menjadi perhatian publik. Masih belum hilang dalam ingatan, bahwa sebanyak tiga lembar jawaban komputer (LJK) UN tingkat SMA dan MA se-Jawa Barat tak bisa terbaca oleh komputer saat pemindaian dilakukan. Anehnya, Ketua Pelaksana Pemindaian Dr H Munir mengaku tak mengetahui sebabnya.

"Tapi bisa saja karena ukuran kertas terlalu lebar atau terlalu kecil sehingga tak bisa terbaca," katanya, saat itu.

Bahkan, di Sumatera Utara, panitia UN tidak menyediakan soal dalam huruf braile. Akibatnya, pihak sekolah harus bekerja lebih panjang untuk menyiapkan soal UN agar bisa dibaca oleh para siswa tunanetra. Padahal, proses ini sangat tergantung pada keterbatasan kertas untuk huruf braile dan mesin pembaca huruf braile.

"Kami memakai kertas sisa sumbangan Pemerintah Norwegia tiga tahun lalu. Untungnya masih ada. Kami juga beruntung mesin (pembaca braile) sumbangan Norwegia masih bisa dipakai, jika tidak, murid-murid ini akan mengerjakan soal dari soal yang dibacakan pengawas ruang," tutur guru Sekolah Luar Biasa Karya Murni, R Sinurat, Selasa (28/4/2009), saat ditemui seusai UN mata pelajaran Bahasa Inggris.

Murni menilai, panitia UN saat itu belum memberikan pelayanan yang sama kepada peserta ujian yang tunanetra. Sementara di Jawa, kata dia, peserta UN tunanetra langsung mendapatkan soal dalam bentuk huruf braile. Sebaliknya di Sumut, peserta harus menunggu pihak sekolah menyalin lebih dulu soal UN dalam huruf braile.

UN Digugat

Tanpa ada atau dilakukannya evaluasi besar penyelenggaraan UN 2009 kepada publik, pemerintah (Depdiknas dan BSNP) berencana tetap menggelar UN 2010. Bahkan, pemerintah telah mematok target memajukan jadwal UN sebulan lebih cepat. Jika sebelumnya UN dilaksanakan setiap April, pada 2010 mendatang UN digelar pada Maret.

Kontroversi pun menyeruak. Apalagi, gugatan masyarakat lewat citizen law suit soal penyelenggaraan UN kembali dimenangkan oleh Mahkamah Agung MA). Kasasi yang diajukan pemerintah yang menolak putusan pengadilan tinggi soal kemenangan masyarakat atas gugatan UN dinyatakan ditolak oleh MA.

Gatot Goeidari dari Tim Advokasi Korban UN dalam acara syukuran kemenangan gugatan UN di Jakarta, Rabu (25/11/2009), menyatakan, informasi ditolaknya kasasi pemerintah soal gugatan UN diketahui dari info perkara pada website Mahkamah Agung bernomor register 2596 K/PDT/2008 tanggal 14 September 2009.

Setelah putusan MA tersebut, polemik UN malah kian bertambah ramai, lantaran niat pemerintah yang ingin mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut. "Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki," kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11/2009) di halaman Depdiknas, Jakarta.

Namun, kendati PK tersebut tidak jadi dilaksanakan, bukan berati polemik UN terhenti. Pemerintah tetap bertekad menjalankan UN 2010. Sistem yang disiapkan pun sedikit bergeser, yaitu UN sialng atau campur atau UN gabungan. Dengan sistem ini, peserta UN tidak hanya berasal dari satu sekolah, karena ujian dilakukan tidak di sekolah si peserta UN itu sendiri.

Kebijakan ini pun disambut dengan berbagai reaksi, baik itu dari pemerhati pendidikan, guru, siswa, dan masyarakat umum. Bahkan, siswa sekolah ada yang berdemo menuntut dihentikannya UN. Hal ini seperti dilakukan oleh sekitar 50 pelajar dari SMAN 38 Lenteng Agung, Jakarta Selatan, yang berunjuk rasa di depan Gedung Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (2/12) silam. Para siswa tersebut menolak penyelenggaraan UN dan menuntut pemerintah membatalkannya.

Sayangnya, sebelum kebijakan UU silang atau campuran dilaksanakan, pemerintah sudah kembali mencabut sistem pelaksanaan UN tersebut dan kembali ke sistem seperti sedia kala. Dari kasus ini banyak pihak mengatakan, pemerintah terkesan mencla-mencle dalam menggulirkan kebijakan ke publik sebelum meneliti dan mengujinya lebih dahulu.

UN 2010

Putusan MA, yang sebetulnya sudah mengacu pada putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi untuk meminta kepada para tergugat meninjau kembali UN, ternyata tidak diindahkan. Karena UN pada tahun ajaran 2007 dan 2008, serta 2009, tetap dilaksanakan. Kejadian serupa itu pula yang tentu akan terjadi di 2010 nanti.

Sejatinya dalam putusan MA tersebut, MA memang tidak pernah melarang UN. Hanya saja, jika tiga hal syarat utamanya sudah terpenuhi, yaitu perbaikan kualitas guru, peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, serta tersedianya akses informasi yang luas dan lengkap. Sebaliknya, jika tidak terpenuhi, semestinya UN tidak dilaksanakan atau ditunda karena dianggap cacat hukum jika dilaksanakan.

Kenyataannya, seramai apapun polemik yang muncul, sebesar apapun gejolak penolakan atau penghentian dan penundaan UN mengemuka, toh, pemerintah tetap akan menggelar UN 2010. Apalagi, Mendiknas Mohammad Nuh sudah berteguh prinsip, bahwa pelaksanaan UN merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. UN yang sekarang, menurutnya, adalah penyempurnaan dari model ujian-ujian negara yang pernah dilakukan di zaman-zaman dahulu.

"Kami ingin mengajak kepada masyarakat supaya tidak terjebak kepada ketidakpastian. Jadi, UN akan tetap jalan," ujar Nuh di sela-sela kunjungannya ke Lapas Sukamiskin di Bandung, Rabu (16/12/2009) lalu.

Kiranya, perdebatan panjang UN masih akan terus terjadi seiring penyelenggaraan UN yang sedianya direncanakan Maret 2010 nanti. Karena dala perjalanannya sampai hari ini (Rabu/30/12/2009), UN belum juga dievaluasi secara menyeluruh di hadapan publik. Tidak kecuali, UN tetap dilaksanakan meski banyak pihak belum merasa puas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar